Sabtu, 07 Mei 2011

Penyakit vaginitis

Definisi
Trikomoniasis adalah salah satu tipe dari Vaginitis, merupakan penyakit infeksi protozoa yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan melalui hubungan seksual, terutama sebagai Penyakit Menular Sexual (PMS), dan sering menyerang traktus urogenitalis bagian bawah yang dapat bersifat akut atau kronik dan pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya sebagai penyebab penyakit masih diragukan. Vaginitis juga didefinisikan oleh pertumbuhan berlebih dari sebagian besar organisme anaerobik (Gardnerella vaginalis, spesies Prevotella, Mycoplasma hominis, Mobiluncus spesies) di dalam vagina, menyebabkan penggantian laktobasilus dan peningkatan pH kurang dari 4,5 sampai setinggi 7.0. (jurnal internasional tentang vaginosis, 2006)

Juga pernah dilaporkan bahwa penyakit ini dapat pula ditularkan melalui transmisi lain, misalnya melalui pakaian kotor. Dalam daur hidupnya tidak ada bentuk kista, sehingga transmisi dalam stadium trophozoit. Penderita yang terinfeksi banyak yang tidak menimbulkan gejala. Trikomoniasis menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari karena ketidaknyamanan yang ditimbulkannya, sehingga infeksi ini tidak dapat diabaikan.
Trikomonas dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam vagina tanpa gejala apa pun, akan tetapi dalam beberapa hal yang ada hubungannya dengan perubahan kondisi lingkungan, jumlah dapat bertambah banyak dan menimbulkan radang. Peterson melaporkan bahwa 24,6% dari apusan vagina yang diambil secara rutin pada penderita obstetric dan ginekologi menunjukan adanya Trikomonas vaginalis.

Etiologi
Trichomonas vaginalis merupakan protozoa yang berflagela dengan masa inkubasi sekitar 1 minggu, tapi dapat berkisar antara 4-28 hari. Trikomoniasis merupakan penyakit yang predominan pada PMS sehingga resiko menderita infeksi ini berdasarkan pada tingkat hubungan seksual pasien.
T. vaginalis merupakan satu-satunya spesies Trichomonas yang bersifat pathogen pada manusia dan dapat dijumpai pada traktus urogenital. Pertama kali dikemukakan oleh Donne pada tahun 1863 dan untuk waktu yang lama sejak ditemukannya dianggap komensal. T. vaginalis berbentuk ovoid dan berukuran antara 10 sampai 20 mµ. Pada sediaan basah spesimen dari penderita dengan gejala yang hebat, ukurannya lebih kecil bila dibandingkan dengan spesimen dari kasus asimtomatik atau dari biakan. T. vaginalis mempunyai membran undulans yang pendek, tidak mencapai setengah dari panjang badannya. Pada sediaan basah mudah terlihat oleh karena gerakan yang terhentak-hentak. Membelah secara longitudinal dan membentuk koloni trofozoit pada permukaan sel epitel vagina dan uretra pada wanita, uretra, kelenjar prostat dan vesikula seminalis pada pria.

Patofisiologi
Pada gadis-gadis sebelum usia pubertas, dinding vagina yang sehat tipis dan hypoestrogenic, dengan pH lebih besar dari 4,7, pemeriksaan dengan pembiakan (kultur) akan menunjukkan beberapa mikroorganisma. Setelah gadis menjadi dewasa, dinding vagina menebal dan laktobasilus menjadi mikroorganisma yang dominan, pH vagina menurun hingga kurang dari 4,5. Gambaran fisiologis  vagina normal terdiri dari sekresi vaginal, sel-sel exfoliated dan mukosa serviks. Frekunsi  vagina bervariasi berdasar umur, siklus menstruasi dan penggunaan kontrasepsi oral.
Lingkungan vagina normal digambarkan oleh adanya hubungan dinamis antara Lactobacillus acidophilus dan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan produk metabolisme flora dan organisme patogen. L. acidophilus memproduksi hydrogen peroxide (H2O2), yang bersifat toksik terhadap organisme patogen dan menjaga pH vagina sehat antara 3.8 dan 4.2. Laktobasilus penting untuk melindungi vagina dari infeksi, dan laktobasilus adalah flora dari vagina yang dominan (walaupun bukan merupakan stau-satunya flora vagina). Masa inkubasi sebelum timbulnya gejala setelah adanya infeksi bervariasi antara 3-28 hari. Vaginitis muncul karena flora vagina diganggu oleh adanya organisme patogen atau lingkungan vagina berubah sehingga memungkinkan organisme patogen berkembang biak.
Selama terjadinya infeksi protozoa Trichomonas vaginalis, trikomonas yang bergerak-gerak (jerky motile trichomonads) dapat dilihat dari pemeriksaan dengan sediaan basah. PH vagina naik, sebagaimana halnya dengan jumlah lekosit polymorphonuclear (PMN). Lekosit PMN merupakan mekanisme pertahanan utama dari pejamu (host/manusia), dan mereka merespon terhadap adanya substansi kimiawi yang dikeluarkan trichomonas. T. vaginalis merusak sel epitel dengan cara kontak langsung dan dengan cara mengeluarkan substansi sitotoksik. T. vaginalis juga menempel pada protein plasma pejamu, sehingga mencegah pengenalan oleh mekanisme alternatif yang ada di pejamu dan proteinase pejamu terhadap masuknya .T vaginalis.
Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, douching, stress dan hormon dapat mengubah lingkungan vagina dan memungkinkan organisme patogen tumbuh. Pada vaginosis bakterial, dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif menurunkan jumlah hydrogen peroxide yang diproduksi L. acidophilus organisme. Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai organisme. Organisme tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti ‘amine’, yang akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan exfoliasi sel epitel vagina. Amine inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bakterial.
Dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi oral, memperkuat penempelan C. albicans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi pertumbuhan jamur. Perubahan-perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonisasi organisme yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan trikomoniasis, perubahan tingkat estrogen dan progesterone, sebagaimana juga peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen, dapat memperkuat pertumbuhan dan virulensi T. vaginalis.





Patogenesis
Mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai mencapai jaringan epitel dan sub epitel . Masa tunas rata- rata 4 hari -3 minggu . Pada kasus yang lanjut terdapat bagian-bagian dengan jaringan granulasi yang jelas. Nekrosis dapat ditemukan di lapisan sub epitel yang menjalar sampai ke permukaan epitel. Didalam vagina dan uretra parasit hidup di sisa-sisa sel, kuman-kuman, dan benda-benda lain yang terdapat dalam sekret.

Gejala Klinik
Gejala klinis trikomoniasis pada klien tidak merupakan parameter diagnostik yang dapat dipercaya. Masa tunas sulit untuk dipastikan, tetapi diperkirakan berkisar antara 3 sampai 28 hari.
Tanda-tanda dan gejala-gejala pada wanita:
o   Gatal-gatal dan rasa panas pada vagina, vulva membengkak dan nyeri pada saat kencing.
o   Sekret vagina yang banyak, keputihan abnormal dengan purulen yang encer sampai kental, berwarna kekuning-kuningan dan berbau tidak normal, berbusa dan berdarah kemungkinan bisa terjadi. (sekret yang berbusa merupakan bentuk klasik dari trikomoniasis sebanyak 12% dari klien yang mengalami infeksi)
o   Disuria dengan pruritus
o   Edema vulva
o   Perdarahan kecil-kecil pada permukaan serviks (serviks strawberry)
o   Dispareunia dan nyeri
o   Rasa sakit sewaktu berhubungan seksual mungkin juga merupakan keluhan utama yang dirasakan klien dengan trikomoniasis.
o   Perdarahan pada waktu post coitus dan perdarahan intermenstrual serta nyeri abdomen bagian bawah
o   Tetapi, lebih dari 50% asimptomatik
Dari data-data yang dikumpulkan oleh Wolner Hanssen (1989) dan Rein (1989) yang terdapat pada tabel, ternyata hanya 50-75% penderita yang mengeluh adanya duh tubuh vaginal, sehingga pernyataan bahwa trikomoniasis pada wanita harus selalu disertai duh tubuh vaginal merupakan hal yang tidak benar.
Pengobatan
Terapi Farmakologi
1. Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik
Secara topikal dapat berupa :
o   Bahan cairan berupa irigasi,misalnya Hidrogen peroksida 1- 2 % dan larutan asam laktat 4%
o   Bahan berupa supositoria,bubuk yang bersifat trikomonoasidal
o   Jel dan krim yang berisi zat trikomonoasidal
o   butoconazole (Femstat 3)
o   clotrimazole (Lotrimin)
o   miconazole (Monistat)
o   terconazole (Terazol 3)
Secara sistemik (oral) :
Obat yang sering digunakan tergolong derivat nitromidazol seperti :
o  Metronidazol : dosis tunggal 2 gram atau 3 x 500 mg / hari selama 7 hari
o  Nimorazol : dosis tunggal 2 gram
o  Tinidazol : dosis tunggal 2 gram
o  Omidazol : dosis tunggal 1,5 gram
o  ketoconazole dengan dosis 2x1 hari selama 5 hari.
2. Pengobatan Mitra Seksual
Mitra seksual harus diobati sesuai dengan rejimen penderita. Dosis yang dianjurkan untuk mitra seksual pria adalah dosis multiple selama 7 hari. Efektifitas dosis tunggal belum banyak diteliti. Latief melaporkan 40% kegagalan pengobatan pada pria dengan dosis tunggal.

3. Pengobatan Pada Kehamilan
Pengobatan Trichomoniasis dalam kehamilan perlu dilakukan. Mengingat bahwa infeksi pada bayi dapat mengakibatkan secret vagina yang berlebihan, piuria dan irritability. Metronidazol memiliki kontra indikasi dalam kehamilan trimester I, sedangkan obat yang lain tidak ada yang efektif, oleh karena itu metronidazol diberikan pada trimester II atau ke III dengan dosis tunggal
sebanyak 2 gram.
Pada waktu pengobatan perlu beberapa anjuran pada penderita :
o  Pemeriksaan dan pengobatan kepada pasangan seksual untuk mencegah jangan terjadi infeksi
o   Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan sebelum dinyatakan sembuh
o   Hindari pemakaian barang – barang yang mudah menimbulkan transmisi.

4. Infeksi Pada Neonatus
Bayi dengan trikomoniasis simtomatik atau dengan kolonisasi T. vaginalis melewati umur 4 bulan, harus diobati dengan metronidasol, 5 mg/kg oral, 3 x sehari selama 5 hari.

5. Infeksi Oleh Galur Resisten
Dengan munculnya laporan-laporan mengenai galur T. vaginalis yang resisten terhadap metronidasol, maka dalam menghadapi kegagalan pengobatan selalu harus diperhatikan bahwa pengobatan konvensional sampai saat ini sangat jarang mengalami kegagalan. Berdasarkan hal tersebut, maka sebelum menyatakan galur penyebab tersebut resisten terhadap metronidazol, hendaknya disingkirkan dahulu. faktor-faktor yang dapat menimbulkan kegagalan pengobatan, yaitu:
o    Konsentrasi metronidazol yang tidak mencukupi
o    Inaktivasi metronidazol oleh bakteri
o    Konsentrasi seng dalam serum yang rendah
o    Reinfeksi
Pengobatan lokal tidak dianjurkan, karena jarang sekali diperlukan kecuali pada penderita yang tidak tahan terhadap pemberian obat oral atau telah terjadi kegagalan pada pengobatan oral. Infeksi dengan galur resisten kadang-kadang responsive dengan pengobatan lokal.





6. Vaksinasi
Usaha mengadakan vaksinasi telah dilaksanakan dengan menggunakan vaksin Lactobacillus acidophilus, namun kegagalan vaksiasi telah dilaporkan. Telah dilaporkan pula bahwa ternyata tidak ada reaktivitas silang antara L. acidophilus dengan T. vaginalis.

7. Prognosis
Metronidazol menunjukkan angka kesembuhan 95 % . Angka kesembuhan meningkat bila kontak seksual memakai pengaman.

Terapi Nonfarmakologi
1.  Perubahan Tingkah Laku
Keputihan (Fluor albus) dan vaginitis yang disebabkan oleh jamur lebih cepat berkembang di lingkungan yang hangat dan basah maka untuk membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan sebaiknya menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat (Jones,2005). Keputihan bisa ditularkan melalui hubungan seksual dari pasangan yang terinfeksi oleh karena itu sebaiknya pasangan harus mendapat pengobatan juga.

2. Personal Hygiene
Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat kelamin sangat membantu penyembuhan, dan menjaga tetap bersih dan kering, seperti penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul steril. Bahkan, kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan, misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang lainnya. Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut sudah terkontaminasi. Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau kecil. Setelah bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus. Alat kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan lembab.


3) Pengobatan Psikologis
Pendekatan psikologi penting dalam pengobatan penyakit ini. Tidak jarang penyakit vaginitis ini sangat mengganggu, pada wanita kadang kala pemeriksaan di laboratorium gagal menunjukkan infeksi, semua pemgujian telah dilakukan tetapi hasilnya negatif namun masalah atau keluhan tetap ada. Vaginitis tersebut tidak disebabakan oleh infeksi melainkan karena gangguan psikologi seperti kecemasan, depresi, hubungan yang buruk, atau beberapa masalah psikologi yang lain yang menyebabkan emosional. Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan konsultasi dengan ahli psikologi. Selain itu perlu dukungan keluarga agar tidak terjdi depresi.






















DAFTAR PUSTAKA

Fahmi, Sjaiful. 2001. Penyakit Menular Seksual, Edisi 2. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Mandals, dkk. 2006. Penyakit Infeksi, Edisi 6. Jakarta. Erlangga
Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kebidanan, Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
http://www.irwanashari.com/2009/11/trikomoniasis-vaginalis.html Diakses pada tanggal 9 Desember 2010
http://www.kesrepro.info/?q=node/309 Diakses pada tanggal 10 Desember 2010
http://ismailskep.wordpress.com/2008/11/07/trichomonas-vaginalis/ Diakses pada tanggal 10 desember 2010
http://www.scribd.com/doc/18025311/Vaginosis-Bacterial/ Diakses pada tanggal 10 desember 2010




Apa beda vaksin dan serum..????

Apa Beda Vaksin dan Serum?
September 1, 2008 in Serum, Vaksin | Tags: Serum, Vaksin | by biohealth
Pernahkah anda mendengar tentang vaksin atau serum? Banyak diantara kita yang tidak mengerti apa sebenarnya vaksin atau serum itu.
Vaksin secara arti berasal dari bahasa latin ’vacca = melemahkan’. Definisi lengkapnya kurang lebih adalah suatu kuman (bakteri/virus) yang sudah dilemahkan yang kemudian dimasukkan ke dalam tubuh seseorang untuk membentuk kekebalan tubuh (imunitas) secara aktif. Cara memasukkannya bisa dengan disuntik ataupun dengan oral (diteteskan – red). Fungsi utama dari vaksin adalah untuk pencegahan terhadap suatu penyakit yang diakibatkan oleh kuman.
Serum secara definisi adalah suatu cairan tubuh yang mengandung sistem kekebalan terhadap suatu kuman yang apabila dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka orang tersebut akan mempunyai kekebalan terhadap kuman yang sama (imunitas pasif – red). Fungsi utama serum adalah mengobati suatu penyakit yang diakibatkan oleh kuman.
Mana yang dapat kita pilih untuk pembentukan kekebalan tubuh? Tergantung kondisi dan keadaan. Jika kita menginginkan pencegahan terhadap suatu penyakit, maka kita boleh memilih vaksin. Namun apabila kita telah terkena oleh suatu penyakit, maka kita pilih serum.
Akan tetapi apabila kita hanya menggunakan serum, maka sifatnya hanya mengobati dan tidak meninggalkan imunitas terhadap penyakit yang diobatinya. Jadi, kemungkinan besar kita akan bisa terkena penyakit yang sama berulang kali. Oleh karena itu, selain pemberian serum apabila tubuh kita sudah sembuh dari penyakit segeralah lakukan vaksinasi.
Bagaimana vaksin dibuat? Vaksin dibuat dengan cara melumpuhkan atau mematikan kuman. Dengan konsentrasi tertentu, vaksin disuntikkan ke dalam tubuh seseorang sehingga sistem kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Pada saat ini vaksin banyak yang dibuat hanya dengan mengambil bagian gen kuman, sehingga relatif lebih aman (contoh : HbsAg, Hepatitis B surface antigen – red).
Bagaimana serum dibuat? Serum dibuat dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh suatu hewan (sapi, kuda, kambing, dll) sehingga kekebalan tubuhnya memberikan respon terhadap vaksin tersebut. Setelah diuji dan hasilnya menunjukkan bahwa hewan tersebut telah kebal terhadap vaksin yang dimasukkan, maka dilakukan pengambilan darah melalui vena leher (vena jugularis). Setelah diambil, darah kemudian dipisahkan antara plasma dengan sel-sel dan protein darahnya. Plasma darah kemudian dimurnikan menjadi serum. Serum inilah yang akan memberikan kekebalan kepada seseorang yang melakukan imunisasi dengan serum.
Jadi mulai sekarang pastikan keluarga anda telah diimunisasi, karena selama bertahun-tahun imunisasi telah memberikan sumbangan yang nyata terhadap kesehatan manusia di seluruh dunia. Jangan terjebak oleh isu-isu yang tidak benar. Pastikan selalu konsultasi dengan pihak pelayan kesehatan.

laporan farmakologi : keracunan logam berat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dewasa ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan manusia. Sumber utama kontaminan logam berat berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Dimana  semua tanaman yang tumbuh diatas tanah yang telah tercemar mengakumulasikan logam-logam tersebut  pada semua bagian tanaman. Berikut ini adalah beberapa sumber logam berat yang sangat dekat dengan kita diantaranya :

Ø  Kebun sayur di pinggir jalan berbahaya logam berat, dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak  dan sayuran logam berat seperti Cu, Cd, Pb dan Zn sering terakumulasi pada komoditi tanaman. Jenis bahan pangan lain yang mengandung kontaminan timbal cukup tinggi adalah tanaman yang ditanam ditepi jalan raya kandungan rata-ratanya sebesar 28,78 ppm jauh diatas ambang batas aman yang ditetapkan oleh direktorat jenderal pengawas obat dan makanan yaitu 2 ppm (winarno,1997).
Ø  Penyemprotan pestisida cemaran Cu pada sayuran dan buah-buahan menggunakan pestisida secara berlebihan.
Ø  Makanan kaleng sumber bahan pangan lain yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng (50-100 mkg/kg), kelompok yang paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca), udang udangan (crustacea), yaitu rata-rata lebih tinggi dari 250 mkg/kg (winarno dan rahayu,1994)

1.2  Tujuan

Ø  Mempelajari daya kerja antidota tersebut
Ø  Memahami cara kerja dari antidota logam-logam berat tertentu


1.3  Hipotesis
Pada praktikum kali ini tentang Antidota dugaan sementara kelompok kami yang paling ampuh untuk mengatasi keracunan logam berat yaitu senyawa tanin dimana sifat tanin itu sendiri yaitu membentuk asam galat yang tidak larut pada keracunan alkaloid dan membentuk khelat pada kasus keracunan logam berat.



















BAB II
       TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori
Berdasarkan ACAM’s protocol, 'chelation is a an equilibrium reaction between a metal ion and a complexing agent characterized by formation of more than one bond between tha cation and complexing agent resulting is a ring structure incorpororating the metal ion'. Untuk memudahkan maka “Terapi kelasi” adalah pengobatan secara intravena menggunakan cairan yang terdiri dan mineral, vitamin, dan asam amino buatan, ethylene diamine tetra –acetic acid (EDTA).
Pada awal tahun 1890, konsep ikatan metal (metal-ligand binding) dikemukakan oleh Alfred Werner. Kemudian Morgan dan Drew membandingkannya dengan cara ikatan heterocyclic ring structure dengan metal, inilah konsep pertama chelation 1920. Chelator yang kita kenal sebagai EDTA pertama kali disynthesized oleh F. Munz, seorang pakar keilmuan dari German yang dipatenkan di eropa. EDTA dipatenkan di USA tahun 1945.
"EDTA adalah asam amino yang dibentuk dari protein makanan. Zat ini sangat kuat menarik ion logam berat, termasuk kalsium, dari dalam jaringan tubuh." EDTA dalam terapi ini berupa garam natrium (Na) berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, bersifat lemah, dan dapat mengikat ion logam sesuai aktivitasnya. "Pemberian EDTA secara intravena dapat mengikat atau menjepit logam berat yang berada pada posisi patologis"

Komposisi untuk kelasi:
  1. Disodium EDTA or Calcium Disodium EDTA
  2. 0,9% Normal saline or 5% DW or 5%NSS/2
  3. Ascorbic Acid or Sodium Ascorbate
  4. Magnesium sulfate
  5. Sodium Bicarbonate
  6. Vitamin B6
  7. Vitamin Bco


Membersihkan Arteri
EDTA dikeluarkan oleh ginjal lebih kurang 95 persen melalui urin, dan sisanya dimetabolisme dalam hati yang dikeluarkan melalui feses. Meski dalam penelitian tidak terbukti EDTA merusak sel hati dan ginjal, saat pemberian terapi ini ia menyarankan fungsi hepar dan ginjal pasien harus baik.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terambilnya logam-logam lain, dalam setiap pemberian terapi ini, Dimasukkan zat-zat penting, seperti kalium. Walau beberapa kalangan kedokteran kurang sepaham, katanya, secara teoretis EDTA dapat mengubah proses asterosklerosis ke bentuk semula. Terapi ini pertama kali digunakan Dr. Norman Clarke dari RS Detroit, Amerika Serikat, pada pasien dengan keracunan logam berat, seperti timbal, kadmium, kromium. Setelah dilakukan terapi kelasi, pada observasi selanjutnya para pasien dengan keluhan jantung koroner, gejalanya berkurang. Pasien merasa lebih sehat dari sebelumnya. Secara khusus, tujuan terapi ini untuk menghilangkan dampak pengerasan dinding pembuluh darah nadi yang disebabkan berbagai faktor, termasuk penumpukan kalsium yang salah tempat. Juga baik untuk mengatasi arteriosklerosis yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK), stroke, atau gangren. Prosedur ACAM
Saat praktik terapi kelasi EDTA, diterapkan prosedur ACAM (American Collage of Advancement in Medicine). Pertama kali pasien datang diminta menjalani serangkaian pemeriksaan laboratorium, EKG, foto rontgen toraks dan diagnosis secara fisik. Hal ini untuk mengeliminasi kontraindikasi yang mungkin terjadi. Menurutnya, kontraindikasi yang mungkin terjadi adalah gangguan ginjal berat, kehamilan, gangguan hati, tuberkulosis, dan pengapuran. Hal ini karena EDTA akan menarik kalsium pada pengapuran, sehingga bakteri tuberkulosis bakal aktif kembali. Pemberian terapi ini juga akan menarik sebagian logam mineral tubuh. "Karena itu, selama pengobatan, kandungan logam di tubuh pasien harus selalu dimonitor" Setelah serangkaian pemeriksaan selesai dan surat persetujuan tindakan (inform concern) ditandatangani, terapi EDTA dapat dilaksanakan. Caranya, dengan menyuntikkan jarum infus ke nadi pasien. Terapinya bisa dilakukan sambil duduk atau berbaring telentang. Waktu yang dibutuhkan 3-4 jam, dengan infus 40 tetes per menit.




Anjuran Usai Terapi
  1. Sesedikit mungkin minum kopi dan alkohol.
  2. Sesedikit mungkin mengosumsi makanan berlemak dan mengandung gula.
  3. Tidak merokok.
  4. Bekerja jangan berlebihan, perbanyak istirahat.
  5. Banyak makanan sayuran dan buah-buahan.
  6. Olahraga ringan, seperti aerobik, jalan-jalan, naik sepeda, berenang, golf, sedikitnya 3-6 seminggu.
  7. Biasakan mengosumsi vitamin C, E, B1, B2, B3, B12 dan mineral lainnya.

Hindari Produk Berkalsium Tinggi

Ada beberapa yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah menjalani terapi kelasi, yakni:
  1. Dua hari sebelum hingga hari pemasangan infus, tidak boleh mengosumsi alkohol dan minuman berkarbonasi misalnya soft drink.
  2. Pada hari diinfus:
    • Sebelum terapi harus mengosumsi makanan yang mengandung karbohidrat.
    • Makan roti, pisang (karena mengandung kalium) dan sari buah untuk menghindari kadar gula yang rendah.
    • Jangan minum susu atau produk susu seperti keju, karena kalsiumnya tinggi.
    • Sebelum pemasangan infus dianjurkan buang air kecil terlebih dahulu.
  3. Tidak dibenarkan menjalani terapi saat sedang influenza.
  4. Pada saat terapi dianjurkan banyak minum, 6-8 gelas air putih sehari.
Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Di lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air dan udara dapat menyebabkan keracunan. Diantaranya :




A.KERACUNAN TIMBAL
Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri. Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container, juga dalam proses mematri.
Keracunan dapat berasal dari timbal dalam mainan, debu ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen pada cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat, limbah tukang emas, industri rumah, baterai dan percetakan. Makanan dan minuman yang bersifat asam seperti air tomat, air buah apel dan asinan dapat melarutkan timbal yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Sehingga makanan atau minuman yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan keracunan Bagi kebanyakan orang, sumber utama asupan Pb adalah makanan yang biasanya menyumbang 100 – 300 ug per hari Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan maupun saluran pencernaan.
Lebih kurang 90 % partikel timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak lebih tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal; dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ) anak – anak, sehingga

menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal di dalam darah mereka tidak dianggap toksik.
Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya. Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih ); timbale tetraoksida ( timbal merah ); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat ( merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi ).
Ada beberapa bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis. Nilai ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2 miligram/m3 .


Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).

Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.

Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang

minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.

Gejala gejala
Secara umum gejala keracunan timbal terlihat pada system pencernaan berupa muntah – muntah, nyeri kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada gusi, konstipasi kronis. Pada sistem syaraf pusat berupa kelumpuhan ( wrist drop, foot drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering
ditemukan pada anak-anak. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ). Gejala pada bagian kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi abortus.
Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2 mikrog ram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan timbal. Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak pada metafisis tulang-tulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis keracunan timbal.

Pertolongan pertama
Jika menemukan gejala-gejala keracunan timbal, masyarakat dapat memberi pertolongan pertama untuk sedapat mungkin menekan risiko dan dampaknya pada penderita. Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah ( untuk penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis. Kasus-kasus keracunan kronis dapat ditekan dengan berbagai cara dengan merujuk factor-faktor yang memungkinkan terjadinya keracunan tersebut. Misalnya, mengurangi kadar timbal dalam bensin untuk mengurangi pemaparan timbal melalui pernafasan. Dengan demikian dapat diharapkan terjadi penurunan kadar timbal dalam darah manusia.

 Keracunan yang biasa terjadi karena tumpahan timbal di lingkungan industri – industri besar dapat dihindari dengan membersihkan tumpahan dengan hati-hati ( untuk tumpahan sedikit), atau dilakukan secara landfills (untuk tumpahan yang banyak ).

Mekanisme keracunan atau toksisitas logam berat
Studi tentang hubungan antara struktur kimia senyawa-senyawa serta mekanismenya dalam tubuh, telah dikembangkan untuk meramalkan cara  kerja racun dalam tubuh Mekanisme keracunan terbagi atas
1.Fase kinetik
2.Fase dinamik

Fase kinetik
Meliputi proses-proses biologi biasa seperti penyerapan, penyebaran dalam tubuh,metabolisme dan proses pembuangan atau eskresi Pada fase ini baik toksikan dan protoksikan akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonik Proses sinergetik merupakan proses atau peristiwa terjadi peningkatan daya racun yang sangat tinggi proses pengurangan atau bahkan penghilangan daya racun Proses sinergetik maupun antagonis di dalam tubuh dapat terjadi sebagai akibat dari adanya bahan-bahan lain yang terdapat di dalam tubuh, baik yang memang sudah ada sebagai sistem maupun bahan lain yang masuk ke dalam tubuh.

Contoh
1.Cd, daya racun logam Cd akan terkurangi karena dalam tubuh logam ini akan membentuk senyawa kompleks kelat dengan methallotionin yang dimilik oleh tubuh
2.Logam merkuri, daya racun logam merkuri akan hilang bila unsur ini berikatan dengan sulfur yang ikut masuk dalam tubuh
seringkali diberikan merkaptopropanol.
Senyawa ini akan menimbulkan rangsangan untuk memuntahkan kembali senyawa merkuri yang telah masuk ke dalam tubuh Senyawa-senyawa yang telah mengalami proses antagonis ini biasanya dalam peristiwa
metabolisme tubuh akan dikeluarkan melalui feces, urine dan atau dimuntahkan.


Fase Dinamik
Meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi  dalam tubuh berupa katabolisme dan anabolisme yang melibatkan enzim-enzim Merupakan proses lanjut dari fase kenetik, bahan beracun yang yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari proses biosintesa seperti protein, enzim, asam inti, lemak dll. Hasil dari reaksi ini bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh apabila di dalam tubuh senyawa merkuri bereaksi dengan senyawa yang mengandung metil aktif membentuk senyawa metil merkuri. Gugus metil aktif ini bisa saja sudah ada dan memang dimiliki oleh tubuh, tetapi metil aktif ini bisa saja terdapat dalam tubuh akibat tertelan bersama bahan makanan atau terhirup dari udara saat bernafas
terhirup dari udara saat bernafas
Bahan beracun bersifat inhibitor (menghalangi kerja) enzim.
Apabila terjadi pertemuan atau reaksi antara bahan beracun dengan enzim, maka kerja enzim akan terhalang, sehingga proses metabolisme tubuh akan terjadi ketimpangan-ketimpangan Apabila bahan beracun tersebut bereaksi dengan gugus lemak, maka senyawa hasil yang terbentuk dari reaksi tersebut akan mengganggu metabolisme lemak. Tingkat lanjut akan terganggunya kerja hati.


Mekanisme keracunan Logam
Ochiai (1977), seorang ahli kimia, telah  mengelompokkan mekanisme keracunan logam dalam 3 kategori:

1.Memblokir atau menghalangi kerja
gugus fungsi biomolekul yang esensial untuk proses- proses biologi, seperti protein dan enzim

2.Menggantikan
ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait



3.Mengadakan modifikasi
atau perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul protein umumnya menyerang ikatan sulfida. Penyerangan terhadap ikatan sulfida yang selalu ada pada molekul protein akan menimbulkan kerusakan dari struktur protein terkait Logam-logam berta umumnya memiliki daya racun yang mematikan. Keadaan ini terjadi bila konsentrasi logam berat pada perairan cukup tinggi dalam tubuh biota, lama kelamaan penumpukan yang terjadi pada organ target dari logam berat akan melebihi daya toleransi dari biotanya, sehingga mengakibatkan kematian biota
kematian biota.

















BAB III
METODA KERJA
3.1 Alat dan Bahan


Ø  Tabung reaksi
Ø  Corong gelas
Ø  Kertas saring
Ø  Pipet tetes
Ø  Seduhan teh kental ( zat yang mengandung tanin )
Ø  Larutan Pb asetat 10 %
Ø  Alkohol
Ø  HCl encer
Ø  Larutan Natrium tiosulfat 2 %
Ø  Larutan Argentum nitrat 1%
Ø  Larutan Natrium klorida 0,9%
Ø  Larutan Barium klorida 10%



3.2 Cara Kerja
A. Antidota Timah Hitam ( Pb-asetat )
1)      Di masukan seduhan teh kental kedalam larutan Pb-asetat 10% bagi dua. Sebagian ditambah alkohol sebagian lagi ditambah HCl encer. Amati apa yang terjadi
2)      Di tambahkan pada tabung yang lain Natrium tiosulfat 2% ke dalam larutan Pb-asetat 10%. Perhatikan apa yang terjadi dan jelaskan reaksi kimianya.
B. Antidota Perak ( AgNO3 )
1)      Di tambahkan larutan NaCl 0,9% kedalam 0,5 cc larutan AgNO3 1%
2)      Di tambahkan larutan thiosulfat kedalam 0,5 cc larutan AgNO3 1%
3)      Di saring kemudian masing-masing filtrat tambahkan larutan NaCl 0,9%. Amati
C. Antidota Barium ( BaCl2 )
1)      Di tambahkan larutan Natrium sulfat 2% kedalam barium klorida 10% campur dan tambahkan HCl 0,1 N



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data pengamatan
A. Antidota Timah Hitam
Ø  Larutan Pb-asetat 10%  + teh kental + alkohol, masing-masing 1 ml           membentuk endapan timbal hidroksida yang melayang didalam larutan setelah didiamkan beberapa menit baru terlihat jelas terbentuknya endapan coklat dan larutan keruh.
Ø  Larutan Pb-asetat 10% + teh kental + HCl, masing-masing 1 ml          terbentuk endapan coklat timbal klorida dan larutan jernih.
Ø  Larutan Natrium thiosulfat 2% + Pb-asetat 10%         terbentuk endapan putih timbal thiosulfat dan larutan jernih.
REAKSI :
Ø  Pb[CH3COO]2 + C2H5OH à Pb[OH]2 endapan coklat + C2H5CH3COO
Ø  Pb[CH3COO]2 + HCl à Pb[Cl]2 endapan coklat + CH3COOH
Ø  Pb[CH3COO]2 + Na2S2O3 à PbS2O3 endapan putih + CH3COONa
B. Antidota Perak
Ø  AgNO3 + NaCl          larutan putih susu setelah disaring, filtrat + NaCl          larutan bening tidak terbentuk endapan.
Ø  Thiosulfat + AgNO3             terbentuk endapan hitam setelah didiamkan beberapa lama kemudian disaring, filtrat + NaCl          terbentuk larutan bening tidak ada endapan.
REAKSI :
Ø  AgNO3 + NaCl à AgCl putih susu + NaCl
Ø  Ag2S2O3 + NaCl à AgCl endapan hitam + Na2S2O3


C. Antidota Barium
Ø  Natrium sulfat + Barium Klorida         Larutan putih susu tapi sedikit kental + HCl            larutan agak sedikit encer dan tidak membentuk endapan.
REAKSI :
Ø  Na2SO4 + BaCl2 à NaCl endapan putih susu + BaSO4

4.2 Pembahasan
Pada percobaan praktikum kali ini yaitu tentang antidota pada kasus keracunan logam berat hasil pengamatan yang kami buat didapat Na thiosulfat 2% pada antidota timah hitam mengendapkan atau mengumpalkan Pb-asetat 10% lebih cepat dibandingkan dengan senyawa lain seperti Tanin + Alkohol dan Tanin + HCl encer,  hal ini dapat terjadi karena konsentrasi dari senyawa tanin yang tidak dicantumkan dengan jelas atau tidak diketahui konsentrasi tanin sesungguhnya dibandingkan dengan Na.thiosulfat yang mempunyai konsentrasi 2%  sehingga mampu dengan cepat mengendapkan logam berat Pb-asetat yang mempunyai konsentrasi 10%, kemungkinan tanin dengan dosis lebih besar mampu mengendapkan logam berat Pb-asetat dengan cepat, tapi pada Praktikum kali ini digunakan tanin encer dengan konsentrasi yang tidak diketahui lebih lambat mengendapkan logam berat Pb-asetat dibandingkan dengan Na.thiosulfat 2%.
Sedangkan pada penambahan Tanin + HCl encer lebih cepat mengendapkan Pb- Asetat dibandingkan dengan Tanin + Alkohol hal ini terjadi karena logam berat Pb-asetat lebih cepat membentuk endapan pada suasana asam dan juga dapat larut dalam HCl pekat sedangkan penambahan Alkohol dapat menurunkan kelarutan atau sedikit lebih lama membentuk endapan dalam suasana basa (Vogel bagian I hal 207).
Pada percobaan Antidota perak didapat hasil bahwa Na.Thiosulfat lebih cepat mengendapkan logam berat dibandingkan dengan NaCl 0,9%  hal ini dapat terjadi karena NaCl 0,9% adalah larutan yang sama isotonisnya dengan cairan didalam tubuh sehingga tidak berpengaruh terhadap mengatasi keracunan logam berat perak.


Dan Percobaan Antidota barium didapat bahwa Na2SO4 tidak dapat mengendapkan Barium klorida 10%  hal ini terjadi sesuai dengan sifat barium itu sendiri yaitu Barium adalah bivalen dalam garam-garamnya, membentuk kation barium. Klorida dan nitratnya larut, tetapi dengan menambahkan asam klorida pekat atau asam nitrat pekat kepada larutan barium, barium klorida atau nitrat mungkin mengendap sebagai akibat hukum kegiatan massa (Vogel bagian I hal 296)
           


















BAB V
KESIMPULAN
v  Kasus keracunan logam berat pada timah hitam lebih cepat dihentikan dengan segera terbentuknya endapan timbal thiosulfat oleh Natrium Thiosulfat.
v  Konsentrasi suatu larutan mempengaruhi kecepatan pengendapan.
v  PH suatu larutan mempengaruhi kecepatan pengendapan.