Sabtu, 07 Mei 2011

laporan farmakologi : keracunan logam berat

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Dewasa ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan manusia. Sumber utama kontaminan logam berat berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Dimana  semua tanaman yang tumbuh diatas tanah yang telah tercemar mengakumulasikan logam-logam tersebut  pada semua bagian tanaman. Berikut ini adalah beberapa sumber logam berat yang sangat dekat dengan kita diantaranya :

Ø  Kebun sayur di pinggir jalan berbahaya logam berat, dapat terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar pada tanaman seperti padi, rumput, beberapa jenis leguminosa untuk pakan ternak  dan sayuran logam berat seperti Cu, Cd, Pb dan Zn sering terakumulasi pada komoditi tanaman. Jenis bahan pangan lain yang mengandung kontaminan timbal cukup tinggi adalah tanaman yang ditanam ditepi jalan raya kandungan rata-ratanya sebesar 28,78 ppm jauh diatas ambang batas aman yang ditetapkan oleh direktorat jenderal pengawas obat dan makanan yaitu 2 ppm (winarno,1997).
Ø  Penyemprotan pestisida cemaran Cu pada sayuran dan buah-buahan menggunakan pestisida secara berlebihan.
Ø  Makanan kaleng sumber bahan pangan lain yang dilaporkan tinggi kadar timbalnya adalah makanan kaleng (50-100 mkg/kg), kelompok yang paling tinggi adalah kerang-kerangan (molusca), udang udangan (crustacea), yaitu rata-rata lebih tinggi dari 250 mkg/kg (winarno dan rahayu,1994)

1.2  Tujuan

Ø  Mempelajari daya kerja antidota tersebut
Ø  Memahami cara kerja dari antidota logam-logam berat tertentu


1.3  Hipotesis
Pada praktikum kali ini tentang Antidota dugaan sementara kelompok kami yang paling ampuh untuk mengatasi keracunan logam berat yaitu senyawa tanin dimana sifat tanin itu sendiri yaitu membentuk asam galat yang tidak larut pada keracunan alkaloid dan membentuk khelat pada kasus keracunan logam berat.



















BAB II
       TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori
Berdasarkan ACAM’s protocol, 'chelation is a an equilibrium reaction between a metal ion and a complexing agent characterized by formation of more than one bond between tha cation and complexing agent resulting is a ring structure incorpororating the metal ion'. Untuk memudahkan maka “Terapi kelasi” adalah pengobatan secara intravena menggunakan cairan yang terdiri dan mineral, vitamin, dan asam amino buatan, ethylene diamine tetra –acetic acid (EDTA).
Pada awal tahun 1890, konsep ikatan metal (metal-ligand binding) dikemukakan oleh Alfred Werner. Kemudian Morgan dan Drew membandingkannya dengan cara ikatan heterocyclic ring structure dengan metal, inilah konsep pertama chelation 1920. Chelator yang kita kenal sebagai EDTA pertama kali disynthesized oleh F. Munz, seorang pakar keilmuan dari German yang dipatenkan di eropa. EDTA dipatenkan di USA tahun 1945.
"EDTA adalah asam amino yang dibentuk dari protein makanan. Zat ini sangat kuat menarik ion logam berat, termasuk kalsium, dari dalam jaringan tubuh." EDTA dalam terapi ini berupa garam natrium (Na) berbentuk kristal putih, mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, bersifat lemah, dan dapat mengikat ion logam sesuai aktivitasnya. "Pemberian EDTA secara intravena dapat mengikat atau menjepit logam berat yang berada pada posisi patologis"

Komposisi untuk kelasi:
  1. Disodium EDTA or Calcium Disodium EDTA
  2. 0,9% Normal saline or 5% DW or 5%NSS/2
  3. Ascorbic Acid or Sodium Ascorbate
  4. Magnesium sulfate
  5. Sodium Bicarbonate
  6. Vitamin B6
  7. Vitamin Bco


Membersihkan Arteri
EDTA dikeluarkan oleh ginjal lebih kurang 95 persen melalui urin, dan sisanya dimetabolisme dalam hati yang dikeluarkan melalui feses. Meski dalam penelitian tidak terbukti EDTA merusak sel hati dan ginjal, saat pemberian terapi ini ia menyarankan fungsi hepar dan ginjal pasien harus baik.
Untuk mengantisipasi kemungkinan terambilnya logam-logam lain, dalam setiap pemberian terapi ini, Dimasukkan zat-zat penting, seperti kalium. Walau beberapa kalangan kedokteran kurang sepaham, katanya, secara teoretis EDTA dapat mengubah proses asterosklerosis ke bentuk semula. Terapi ini pertama kali digunakan Dr. Norman Clarke dari RS Detroit, Amerika Serikat, pada pasien dengan keracunan logam berat, seperti timbal, kadmium, kromium. Setelah dilakukan terapi kelasi, pada observasi selanjutnya para pasien dengan keluhan jantung koroner, gejalanya berkurang. Pasien merasa lebih sehat dari sebelumnya. Secara khusus, tujuan terapi ini untuk menghilangkan dampak pengerasan dinding pembuluh darah nadi yang disebabkan berbagai faktor, termasuk penumpukan kalsium yang salah tempat. Juga baik untuk mengatasi arteriosklerosis yang dapat menimbulkan penyakit jantung koroner (PJK), stroke, atau gangren. Prosedur ACAM
Saat praktik terapi kelasi EDTA, diterapkan prosedur ACAM (American Collage of Advancement in Medicine). Pertama kali pasien datang diminta menjalani serangkaian pemeriksaan laboratorium, EKG, foto rontgen toraks dan diagnosis secara fisik. Hal ini untuk mengeliminasi kontraindikasi yang mungkin terjadi. Menurutnya, kontraindikasi yang mungkin terjadi adalah gangguan ginjal berat, kehamilan, gangguan hati, tuberkulosis, dan pengapuran. Hal ini karena EDTA akan menarik kalsium pada pengapuran, sehingga bakteri tuberkulosis bakal aktif kembali. Pemberian terapi ini juga akan menarik sebagian logam mineral tubuh. "Karena itu, selama pengobatan, kandungan logam di tubuh pasien harus selalu dimonitor" Setelah serangkaian pemeriksaan selesai dan surat persetujuan tindakan (inform concern) ditandatangani, terapi EDTA dapat dilaksanakan. Caranya, dengan menyuntikkan jarum infus ke nadi pasien. Terapinya bisa dilakukan sambil duduk atau berbaring telentang. Waktu yang dibutuhkan 3-4 jam, dengan infus 40 tetes per menit.




Anjuran Usai Terapi
  1. Sesedikit mungkin minum kopi dan alkohol.
  2. Sesedikit mungkin mengosumsi makanan berlemak dan mengandung gula.
  3. Tidak merokok.
  4. Bekerja jangan berlebihan, perbanyak istirahat.
  5. Banyak makanan sayuran dan buah-buahan.
  6. Olahraga ringan, seperti aerobik, jalan-jalan, naik sepeda, berenang, golf, sedikitnya 3-6 seminggu.
  7. Biasakan mengosumsi vitamin C, E, B1, B2, B3, B12 dan mineral lainnya.

Hindari Produk Berkalsium Tinggi

Ada beberapa yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah menjalani terapi kelasi, yakni:
  1. Dua hari sebelum hingga hari pemasangan infus, tidak boleh mengosumsi alkohol dan minuman berkarbonasi misalnya soft drink.
  2. Pada hari diinfus:
    • Sebelum terapi harus mengosumsi makanan yang mengandung karbohidrat.
    • Makan roti, pisang (karena mengandung kalium) dan sari buah untuk menghindari kadar gula yang rendah.
    • Jangan minum susu atau produk susu seperti keju, karena kalsiumnya tinggi.
    • Sebelum pemasangan infus dianjurkan buang air kecil terlebih dahulu.
  3. Tidak dibenarkan menjalani terapi saat sedang influenza.
  4. Pada saat terapi dianjurkan banyak minum, 6-8 gelas air putih sehari.
Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya sehari-hari. Di lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air dan udara dapat menyebabkan keracunan. Diantaranya :




A.KERACUNAN TIMBAL
Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri. Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap digunakan antara lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik, tube atau container, juga dalam proses mematri.
Keracunan dapat berasal dari timbal dalam mainan, debu ditempat latihan menembak, pipa ledeng, pigmen pada cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat, limbah tukang emas, industri rumah, baterai dan percetakan. Makanan dan minuman yang bersifat asam seperti air tomat, air buah apel dan asinan dapat melarutkan timbal yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Sehingga makanan atau minuman yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan keracunan Bagi kebanyakan orang, sumber utama asupan Pb adalah makanan yang biasanya menyumbang 100 – 300 ug per hari Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan maupun saluran pencernaan.
Lebih kurang 90 % partikel timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak lebih tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan korban utama ketoksikan timbal; dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ) anak – anak, sehingga

menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal di dalam darah mereka tidak dianggap toksik.
Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya. Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih ); timbale tetraoksida ( timbal merah ); timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat ( merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi ).
Ada beberapa bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan kronis. Nilai ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2 miligram/m3 .


Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot drop).

Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem
pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.

Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang

minum air yang dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul kemudian.

Gejala gejala
Secara umum gejala keracunan timbal terlihat pada system pencernaan berupa muntah – muntah, nyeri kolik abdomen, rasa logam dan garis biru pada gusi, konstipasi kronis. Pada sistem syaraf pusat berupa kelumpuhan ( wrist drop, foot drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering
ditemukan pada anak-anak. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan peredaran darah berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis, berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ). Gejala pada bagian kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi abortus.
Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal. Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika kadarnya diatas 0,2 mikrog ram /liter, dianggap sudah cukup bermakna untuk diagnosis keracunan timbal. Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak pada metafisis tulang-tulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan diagnosis keracunan timbal.

Pertolongan pertama
Jika menemukan gejala-gejala keracunan timbal, masyarakat dapat memberi pertolongan pertama untuk sedapat mungkin menekan risiko dan dampaknya pada penderita. Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah ( untuk penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis. Kasus-kasus keracunan kronis dapat ditekan dengan berbagai cara dengan merujuk factor-faktor yang memungkinkan terjadinya keracunan tersebut. Misalnya, mengurangi kadar timbal dalam bensin untuk mengurangi pemaparan timbal melalui pernafasan. Dengan demikian dapat diharapkan terjadi penurunan kadar timbal dalam darah manusia.

 Keracunan yang biasa terjadi karena tumpahan timbal di lingkungan industri – industri besar dapat dihindari dengan membersihkan tumpahan dengan hati-hati ( untuk tumpahan sedikit), atau dilakukan secara landfills (untuk tumpahan yang banyak ).

Mekanisme keracunan atau toksisitas logam berat
Studi tentang hubungan antara struktur kimia senyawa-senyawa serta mekanismenya dalam tubuh, telah dikembangkan untuk meramalkan cara  kerja racun dalam tubuh Mekanisme keracunan terbagi atas
1.Fase kinetik
2.Fase dinamik

Fase kinetik
Meliputi proses-proses biologi biasa seperti penyerapan, penyebaran dalam tubuh,metabolisme dan proses pembuangan atau eskresi Pada fase ini baik toksikan dan protoksikan akan mengalami proses sinergetik atau sebaliknya proses antagonik Proses sinergetik merupakan proses atau peristiwa terjadi peningkatan daya racun yang sangat tinggi proses pengurangan atau bahkan penghilangan daya racun Proses sinergetik maupun antagonis di dalam tubuh dapat terjadi sebagai akibat dari adanya bahan-bahan lain yang terdapat di dalam tubuh, baik yang memang sudah ada sebagai sistem maupun bahan lain yang masuk ke dalam tubuh.

Contoh
1.Cd, daya racun logam Cd akan terkurangi karena dalam tubuh logam ini akan membentuk senyawa kompleks kelat dengan methallotionin yang dimilik oleh tubuh
2.Logam merkuri, daya racun logam merkuri akan hilang bila unsur ini berikatan dengan sulfur yang ikut masuk dalam tubuh
seringkali diberikan merkaptopropanol.
Senyawa ini akan menimbulkan rangsangan untuk memuntahkan kembali senyawa merkuri yang telah masuk ke dalam tubuh Senyawa-senyawa yang telah mengalami proses antagonis ini biasanya dalam peristiwa
metabolisme tubuh akan dikeluarkan melalui feces, urine dan atau dimuntahkan.


Fase Dinamik
Meliputi semua reaksi-reaksi biokimia yang terjadi  dalam tubuh berupa katabolisme dan anabolisme yang melibatkan enzim-enzim Merupakan proses lanjut dari fase kenetik, bahan beracun yang yang tidak bisa dinetralisir oleh tubuh akan bereaksi dengan senyawa-senyawa hasil dari proses biosintesa seperti protein, enzim, asam inti, lemak dll. Hasil dari reaksi ini bersifat merusak terhadap proses-proses biomolekul dalam tubuh apabila di dalam tubuh senyawa merkuri bereaksi dengan senyawa yang mengandung metil aktif membentuk senyawa metil merkuri. Gugus metil aktif ini bisa saja sudah ada dan memang dimiliki oleh tubuh, tetapi metil aktif ini bisa saja terdapat dalam tubuh akibat tertelan bersama bahan makanan atau terhirup dari udara saat bernafas
terhirup dari udara saat bernafas
Bahan beracun bersifat inhibitor (menghalangi kerja) enzim.
Apabila terjadi pertemuan atau reaksi antara bahan beracun dengan enzim, maka kerja enzim akan terhalang, sehingga proses metabolisme tubuh akan terjadi ketimpangan-ketimpangan Apabila bahan beracun tersebut bereaksi dengan gugus lemak, maka senyawa hasil yang terbentuk dari reaksi tersebut akan mengganggu metabolisme lemak. Tingkat lanjut akan terganggunya kerja hati.


Mekanisme keracunan Logam
Ochiai (1977), seorang ahli kimia, telah  mengelompokkan mekanisme keracunan logam dalam 3 kategori:

1.Memblokir atau menghalangi kerja
gugus fungsi biomolekul yang esensial untuk proses- proses biologi, seperti protein dan enzim

2.Menggantikan
ion-ion logam esensial yang terdapat dalam molekul terkait



3.Mengadakan modifikasi
atau perubahan bentuk dari gugus-gugus aktif yang dimiliki oleh biomolekul protein umumnya menyerang ikatan sulfida. Penyerangan terhadap ikatan sulfida yang selalu ada pada molekul protein akan menimbulkan kerusakan dari struktur protein terkait Logam-logam berta umumnya memiliki daya racun yang mematikan. Keadaan ini terjadi bila konsentrasi logam berat pada perairan cukup tinggi dalam tubuh biota, lama kelamaan penumpukan yang terjadi pada organ target dari logam berat akan melebihi daya toleransi dari biotanya, sehingga mengakibatkan kematian biota
kematian biota.

















BAB III
METODA KERJA
3.1 Alat dan Bahan


Ø  Tabung reaksi
Ø  Corong gelas
Ø  Kertas saring
Ø  Pipet tetes
Ø  Seduhan teh kental ( zat yang mengandung tanin )
Ø  Larutan Pb asetat 10 %
Ø  Alkohol
Ø  HCl encer
Ø  Larutan Natrium tiosulfat 2 %
Ø  Larutan Argentum nitrat 1%
Ø  Larutan Natrium klorida 0,9%
Ø  Larutan Barium klorida 10%



3.2 Cara Kerja
A. Antidota Timah Hitam ( Pb-asetat )
1)      Di masukan seduhan teh kental kedalam larutan Pb-asetat 10% bagi dua. Sebagian ditambah alkohol sebagian lagi ditambah HCl encer. Amati apa yang terjadi
2)      Di tambahkan pada tabung yang lain Natrium tiosulfat 2% ke dalam larutan Pb-asetat 10%. Perhatikan apa yang terjadi dan jelaskan reaksi kimianya.
B. Antidota Perak ( AgNO3 )
1)      Di tambahkan larutan NaCl 0,9% kedalam 0,5 cc larutan AgNO3 1%
2)      Di tambahkan larutan thiosulfat kedalam 0,5 cc larutan AgNO3 1%
3)      Di saring kemudian masing-masing filtrat tambahkan larutan NaCl 0,9%. Amati
C. Antidota Barium ( BaCl2 )
1)      Di tambahkan larutan Natrium sulfat 2% kedalam barium klorida 10% campur dan tambahkan HCl 0,1 N



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data pengamatan
A. Antidota Timah Hitam
Ø  Larutan Pb-asetat 10%  + teh kental + alkohol, masing-masing 1 ml           membentuk endapan timbal hidroksida yang melayang didalam larutan setelah didiamkan beberapa menit baru terlihat jelas terbentuknya endapan coklat dan larutan keruh.
Ø  Larutan Pb-asetat 10% + teh kental + HCl, masing-masing 1 ml          terbentuk endapan coklat timbal klorida dan larutan jernih.
Ø  Larutan Natrium thiosulfat 2% + Pb-asetat 10%         terbentuk endapan putih timbal thiosulfat dan larutan jernih.
REAKSI :
Ø  Pb[CH3COO]2 + C2H5OH à Pb[OH]2 endapan coklat + C2H5CH3COO
Ø  Pb[CH3COO]2 + HCl à Pb[Cl]2 endapan coklat + CH3COOH
Ø  Pb[CH3COO]2 + Na2S2O3 à PbS2O3 endapan putih + CH3COONa
B. Antidota Perak
Ø  AgNO3 + NaCl          larutan putih susu setelah disaring, filtrat + NaCl          larutan bening tidak terbentuk endapan.
Ø  Thiosulfat + AgNO3             terbentuk endapan hitam setelah didiamkan beberapa lama kemudian disaring, filtrat + NaCl          terbentuk larutan bening tidak ada endapan.
REAKSI :
Ø  AgNO3 + NaCl à AgCl putih susu + NaCl
Ø  Ag2S2O3 + NaCl à AgCl endapan hitam + Na2S2O3


C. Antidota Barium
Ø  Natrium sulfat + Barium Klorida         Larutan putih susu tapi sedikit kental + HCl            larutan agak sedikit encer dan tidak membentuk endapan.
REAKSI :
Ø  Na2SO4 + BaCl2 à NaCl endapan putih susu + BaSO4

4.2 Pembahasan
Pada percobaan praktikum kali ini yaitu tentang antidota pada kasus keracunan logam berat hasil pengamatan yang kami buat didapat Na thiosulfat 2% pada antidota timah hitam mengendapkan atau mengumpalkan Pb-asetat 10% lebih cepat dibandingkan dengan senyawa lain seperti Tanin + Alkohol dan Tanin + HCl encer,  hal ini dapat terjadi karena konsentrasi dari senyawa tanin yang tidak dicantumkan dengan jelas atau tidak diketahui konsentrasi tanin sesungguhnya dibandingkan dengan Na.thiosulfat yang mempunyai konsentrasi 2%  sehingga mampu dengan cepat mengendapkan logam berat Pb-asetat yang mempunyai konsentrasi 10%, kemungkinan tanin dengan dosis lebih besar mampu mengendapkan logam berat Pb-asetat dengan cepat, tapi pada Praktikum kali ini digunakan tanin encer dengan konsentrasi yang tidak diketahui lebih lambat mengendapkan logam berat Pb-asetat dibandingkan dengan Na.thiosulfat 2%.
Sedangkan pada penambahan Tanin + HCl encer lebih cepat mengendapkan Pb- Asetat dibandingkan dengan Tanin + Alkohol hal ini terjadi karena logam berat Pb-asetat lebih cepat membentuk endapan pada suasana asam dan juga dapat larut dalam HCl pekat sedangkan penambahan Alkohol dapat menurunkan kelarutan atau sedikit lebih lama membentuk endapan dalam suasana basa (Vogel bagian I hal 207).
Pada percobaan Antidota perak didapat hasil bahwa Na.Thiosulfat lebih cepat mengendapkan logam berat dibandingkan dengan NaCl 0,9%  hal ini dapat terjadi karena NaCl 0,9% adalah larutan yang sama isotonisnya dengan cairan didalam tubuh sehingga tidak berpengaruh terhadap mengatasi keracunan logam berat perak.


Dan Percobaan Antidota barium didapat bahwa Na2SO4 tidak dapat mengendapkan Barium klorida 10%  hal ini terjadi sesuai dengan sifat barium itu sendiri yaitu Barium adalah bivalen dalam garam-garamnya, membentuk kation barium. Klorida dan nitratnya larut, tetapi dengan menambahkan asam klorida pekat atau asam nitrat pekat kepada larutan barium, barium klorida atau nitrat mungkin mengendap sebagai akibat hukum kegiatan massa (Vogel bagian I hal 296)
           


















BAB V
KESIMPULAN
v  Kasus keracunan logam berat pada timah hitam lebih cepat dihentikan dengan segera terbentuknya endapan timbal thiosulfat oleh Natrium Thiosulfat.
v  Konsentrasi suatu larutan mempengaruhi kecepatan pengendapan.
v  PH suatu larutan mempengaruhi kecepatan pengendapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar